Rabu, 12 Mei 2010

"Madu & Racun" Makanan Tradisional

Indonesia kaya akan makanan tradisional. Pilih yang sehat agar Anda panjang umur.
Rahasia hidup sampai 100 tahun. Itulah coverline National Geographic Indonesia pada November 2005. Edisi itu mengulas kearifan lokal Okinawa (dekat Jepang), Sardinia (Italia), dan California (Amerika Serikat) yang telah menjadi kunci rahasia sehat dan panjang umur penduduk setempat. Bayangkan, di usia 100 tahun, Frank Shearer dari AS masih bermain ski air. Dengan busana ski yang membalut ketat tubuhnya, perutnya tampak rata. Lain lagi dengan Kame Ogido di Okinawa. Di usianya yang ke-89, ia masih produktif. Sementara Marge Jetton dari California, memperpanjang SIM di umur 101 tahun!

Penduduk Sardinia terbiasa minum anggur arak merah dalam jumlah sedang. Tradisi warga Okinawa adalah makan dalam takaran kecil. Sedangkan penduduk California (penganut Kristen Advent), suka makan kacang-kacangan dan buncis. Persamaannya, mereka semua tidak merokok, hidup mengutamakan keluarga, aktif sepanjang hari, bersosialisasi dengan orang lain, makan buah, sayur, dan gandum. Bagaimana dengan makanan asli Indonesia? Sehat jugakah?
Tergantung cara memasak

Menurut Arbai (1977), makanan tradisional merupakan bagian dari budaya. Karena Indonesia terdiri dari berbagai sub-etnis, setiap etnis (daerah) memiliki jenis makanan tersendiri. Bentuknya pun terdiri dari berbagai jenis olahan, baik sebagai makanan pokok ataupun selingan.
Ahli nutrisi dan diet dari Jakarta Anti-aging & Executive Fitness Consultant, dr. Phaidon Toruan, MM, mendefinisikan makanan tradisional sebagai makanan yang sejak dulu diolah dengan cara alamiah. "Tapi, tak semua makanan tradisional itu sehat. Kalau dimasak terlalu lama, diimbuhi banyak gula, berarti sudah tak sehat lagi," kata dr. Phaidon.

Sosiolog Universitas Indonesia, Dr. Erna Karim, juga sepakat. Menurutnya, ada sejumlah makanan tradisional yang kini tak lagi masuk kategori sehat. "Cincau, misalnya, yang dipercaya sebagai penyembuh demam. Dulu, cincau dibuat dengan cara alami. Tapi sekarang, untuk kebutuhan industri yang mensyaratkan bahan pangan tahan lama, cincau ditambah sejenis zat pemutih yang umum dipakai sebagai bahan bedak dingin."

Pengaruh budaya global mengubah cara-cara pembuatan makanan tradisional, demikian pula dengan kebiasaan makan kita. Salah satunya adalah fast food. "Dibanding fast food, makanan tradisional memang lebih sehat. Khususnya bila dilihat dari proses pengolahan dan bahan-bahannya. Fast food dibuat sekaligus dalam jumlah banyak, menggunakan perasa (esens), tambahan bumbu, dan diolah dengan teknologi. Sedangkan makanan tradisional biasanya dibuat dari bahan yang langsung didapat dari alam, berskala kecil, dan mempertahankan rasa (bumbu) asli. "Masyarakat belajar langsung kearifan itu dari alam. Lihat saja, bentuk tubuh kita bersinergi dengan tempat kita bermukim. Terjadi kecocokan antara tanaman sumber pangan yang ditumbuhkan alam, dengan kebutuhan hidup manusia yang tinggal di sekitarnya," papar Erna.

Makan bersama itu sehat.

Erna menjelaskan, sehat tidak hanya mencakup fisik, tetapi juga emosi, mental, sosial, dan spiritual. "Sehat fisik artinya tidak mudah terkena penyakit dikarenakan virus atau bakteri. Daya tahan tubuh bagus. Sementara, sehat emosi artinya tidak mudah marah, tersinggung, kecewa, sedih, dan sebagainya. Sehat mental berarti dapat berpikir jernih, positif, produktif dan tidak menderita insomnia," paparnya.

Khusus tentang sehat sosial, Erna menjelaskan, seseorang dikatakan sehat sosial jika mampu berinteraksi dengan orang lain dengan mudah, tidak mudah terlibat konflik, suka menolong, dan bersifat kooperatif. Salah satu kearifan lokal yang berperan menyehatkan non-fisik kita adalah makan bersama.

Sejak dulu, Indonesia punya budaya makan bersama. Kita juga suka menjamu kerabat atau tamu. Dokter Phaidon mengatakan, makan bersama merupakan salah satu kearifan lokal yang perlu tetap kita lakoni. "Sekelompok orang hijrah dari Italia ke Amerika Serikat. Tiba di Amerika, mereka yang dirinya memiliki gaya hidup sehat ala Italia -contohnya rajin mengonsumsi minyak zaitun- mulai mengonsumsi banyak hidangan junk food dan merokok. Hasil studi menunjukkan, karena sejarah hidup sehat mereka, risiko kematian komunitas Italia tersebut lebih kecil dibanding warga lokal Amerika, meski yang mereka makan adalah makanan sama," kata dr. Phaidon.

Bukan faktor genetis dan bukan hanya soal bahan pangan yang dimakan, kebiasaan makan orang Italia ternyata juga mendukung kesehatan mereka. Italia ternyata juga mendukung kesehatan mereka. Tradisi berkumpul dan makan bersama dalam keluarga besar membantu menurunkan risiko stres. Stres yang menumpuk dan tak ditangani segera, bisa sangat berbahaya karena kadar kortisol, pemicu radikal bebas, jadi meningkat.

"Dengan makan bersama, secara psikologis kita akan lebih sehat. Stres bisa terbagi, karena ada saling dukung dalam mengatasi masalah. Kebersamaan merupakan salah satu elemen kesehatan yang luar biasa besar manfaatnya," papar dr. Phaidon. (Femina : 17-23 April 2010)